Selasa, 15 September 2009

Kabupaten Timor Tengah Utara


Sejarah Singkat

A. Masa tahun 1915-1958
Kabupaten TTU yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang nomor 69 tahun 1958 (Lembaran Negara tahun 1958 no. 122) mula-mula disebut Onderafdeeling Noord Miden Timor semasa pemerintahan Hindia Belanda.

Berdasarkan pada BS/Gubernemen nomor 9 – 10 tahun 1915 Onderafdeeling Noord Miden Timor meliputi gabungan tiga wilayah kerajaan/swapraja yaitu swaraja Miomaffo, Insana dan Biboki. Pusat penyelenggaraan pemerintahan Onderafdeeling Noord Miden Timor berkedudukan di Noeltoko yakni antara tahun 1915 – 1921, kemudian pada tahun 1921 Controleur Pedemors (Pemimpin Oderafdeling) memindahkan pusat penyelenggaraan pemerintahan dari Noeltoko ke Kefamenanu.

Sesuai ketentuan Pemerintahan Hindia Belanda tentang aturan pemerintahan kerajaan yang diberlakukan bagi semua swapraja yang ada di Timor, setiap onderafdeling dipimpin oleh controleur berkebangsaan Belanda dibantu seorang petugas pangreh praja orang Indonesia. Struktur kekuasaan yang dibentuk pemerintahan Hindia Belanda tersebut dipadukan dengan sisa-sisa struktur pemerintahan asli sehingga mulai dari struktur kekuasaan yang paling tinggi sampai terendah berturut-turut : Controleur kemudian kepala Swapraja, membawahi fetor, kemudian temungkung, membawahi wakil temungkung dan wakil temungkung membawahi rakyat.

Berdasarkan struktur pemerintahan kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda tersebut maka Onderafdeeling Noord Miden Timor membawa 3 kepala swapraja, 18 kefetoran dan 176 temungkung.

Swapraja Miomaffo (Kepala Swapraja : G. A. Kono) memiliki 8 kefetoran masing-masing kefetoran Tunbaba, Manamas, Bikomi, noemuti, Nilulat, Noeltoko, Naktimun dan Aplal.

Swapraja Insana (Kepala Swapraja : L. A. N. Taolin) memiliki 5 kefetoran masing-masing kefetoran Oelolok, Ainan, Maubesi, Subun dan Fafinesu.

Swapraja Biboki (Kepala Swapraja L. T. Manlea) memiliki 5 kefetoran masing-masing kefetoran Ustetu, Oetasi, Bukifan, Taitoh dan Harneno.
Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942 struktur organisasi pemerintahan yang ditetapkan Belanda tidak diubah namun yang berubah adalah nama daerah pemerintahan dan jabatannya. Oderafdeling diubah menjadi Bunken yang dipimpin oleh Bunken Kanrikan. Sedangkan struktur pemerintahan asli dibawah Bunken Kanrikan mulai dari kepala swapraja sampai wakil temungkung tetap dipertahankan.

Setelah Jepang menyerah dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya Raja-Raja (Kepala Swapraja) seluruh keresidenan Timor dalam Konferensi Malino tanggal 18 Juli 1946 mendukung penggabungan keresidenan Timor, Flores, Sumba dan daerah taklukannya dengan Bali, Lombok dan pulau-pulau selatan daya menjadi suatu daerah otonom dalam lingkup Pemerintahan Republik Indonesia, yang kemudian dikenal dengan wilayah Propinsi Sunda kecil.

Sebagai langkah lanjutan dari perjuangan untuk menentukan nasib diri sendiri dalam bidang pemerintahan, pada tanggal 21 Oktober 1946 Raja-Raja (Kepala Swapraja) seluruh keresidenan Timor mengadakan sidang di Kota Kefamenanu guna membentuk Timor Eiland Federatie (gabungan kerajaan afdelling Timor). Dalam sidang tersebut, H. A. Koroh (Raja Amarasi) dan A. Nisnoni (Raja Kupang) terpilih masing-masing sebagai ketua dan ketua muda Timor Eiland Federatie.

Raja-raja Timor Tengah Utara yang hadir dalam sidang tersebut adalah Sobe Senak dari Kerajaan Swapraja Miomaffo, L. Taolin dari Kerajaan Insana dan L. Manlea dari Kerajaan Biboki Utara. Masih dalam forum yang sama berhasil dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Timor Eiland Federatie yang susunan keanggotaannya berdasarkan asal kerajaan/swapraja. Swapraja Miomaffo mendudukan P. Koning, swapraja Insana mendudukan Th. Van de Tilart dan swapraja Biboki mendudukan H. Van Wissing.

Dalam tahun 1949 terjadi reorganisasi Timor Eiland Federatie menjadi daerah Timor dan kepualauannya yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Timor dan Kepualuannya nomor 10/DR tanggal 29 April 1949. sesuai reorganisasi tersebut dipilih kembali anggota-anggota DPRD Timor dan kepulauannya mewakili wilayah kerajaan yakni Tan Soe Fat (mewakili kerajaan Miomaffo), L. Taneo (Insana) dan L. Atie (Biboki).

Sidang DPRD Timor dan kepulauannya di Kupang tanggal 10-12 Mei 1950 dan juga disetujui secara aklamasi dewan raja-raja Timor dan kepulauannya yang menghasilkan resolusi mendesak kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Negara Indonesia Timur supaya secepat mungkin Negara Indoensia Timur dibubarkan dan dileburkan ke dalam Republik Indonesia serta menganjurkan agar daerah Timor dan pulau-pulaunya dijadikan bagian dari Republik Indonesia.

Pembentukan Kabupaten Dati II Timor Tengah Utara

B.1 Masa 1958 – 1961
Berdasarkan Undang-Undang nomor 64 tahun 1958 (lembaran Negara no. 115 tahun 1958) Propinsi Sunda Kecil dipecah menjadi daerah Swatantra tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Kemudian berdasarkan Undang-undang nomor 69/1958 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II, maka daerah swatantra tingkat I Nusa Tenggara Timur dibagi menjadi 12 daerah swatantra tingkat II termasuk daerah tingkat II Timor Tengah Utara.

Kabupaten Dati II Timor Tengah Utara dibentuk meliputi 3 wilayah bekas kerajaan/swapraja, 18 kefetoran dan 176 ketemungkungan. Secara de yure Kabupaten TTU ada sejak diundangkannya UU no. 69 tahun 1958 tanggal 9 Agustus 1958, namun secara de facto baru dimulai pada bulan Nopember 1958 bersamaan dengan pelantikan pejabat sementara Kepala Daerah Tingkat II TTU yang dijabat oleh D. C. Saudale. Setahun kemudian tepatnya tanggal 1 Maret 1959 dilantik pula pejabat sementara sekretaris daerah yang dijabat oleh G. M. Parera.

Antara tahun 1958 – 1960 anggaran belanja dari ketiga swapraja tersebut belum dicabut, dan baru pada 1 Januari 1961 disatukan dalam Anggaran Belanja Daerah Tk. II Timor Tengah Utara berdasarkan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur nomor 81/Des.65/2/23 tanggal 15 Desember 1960. Dengan diberlakukannya keputusan Gubernur tersebut, maka secara diam-diam penghapusan daerah swapraja Miomaffo, Insana dan Biboki telah dilakukan secara de facto, sedangkan de yure baru pada saat diundangkannya Undang-Undang no 18 tahun 1965 tanggal 1 September 1965.
B.2 Masa 1962 - sampai sekarang

Selanjutnya sesuai peraturan daerah Kabupaten TTU nomor 11 tahun 2000 dilakukan peningkatan status tiga kecamatan perwakilan menjadi kecamatan definitif yakni perwakilan kecamatan Miomaffo Timur menjadi kecamatan Noemuti, perwakilan kecamatan Insana menjadi kecamatan Insana Utara dan perwakilan kecamatan Biboki Utara menjadi Kecamatan Biboki Anleu. Dengan demikian sampai dengan tahun 2003 terdapat 9 kecamatan serta 126 desa dan 33 kelurahan atau 159 desa/kelurahan.

Pada penghujung tahun 2004 terjadi lagi pemekaran desa sesuai amanat Surat Keputusan Bupati TTU no 44 tahun 2004 dibentuklah tiga desa di kecamatan Insana dan satu desa lainnya di Kecamatan Insana Utara. Dengan demikian sampai dengan akhir tahun 2004 secara administratif Kabupaten TTU terdiri dari 9 wilayah kecamatan dan 163 desa/kelurahan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten TTU Nomor 08 Tahun 2007, maka jumlah kecamatan di wilayah Kabupaten TTU sampai dengan saat ini adalah 24 kecamatan atau bertambah sebanyak 15 kecamatan baru yang dimekarkan dari 9 kecamatan sebelumnya, dengan desa/ kelurahan sebanyak 174 buah atau bertambah sebanyak 11 desa/ kelurahan.

Dari Kecamatan Miomaffo Barat mekar 3 kecamatan baru, yaitu: Kecamatan Miomaffo Miomaffo Tengah, Musi, dan Mutis; Kecamatan Miomaffo Timur bertambah 5 kecamatan baru yaitu: Kecamatan Bikomi Selatan, Bikomi Tengah, Bikomi Nilulat, Bikomi Utara, dan Naibenu; Kecamatan Noemuti bertambah 1 kecamatan baru yaitu Kcamatan Noemuti Timur; Kecamatan Insana mekar 2 kecamatan baru, yaitu: Kecamatan Insana Barat dan Insana Tengah; Kecamatan Insana utara bertambah 1 kecamatan baru yaitu Kecamatan Insana Fafinesu; Kecamatan Biboki Selatan bertambah 2 kecamatan yaitu Kecamatan Biboki Tanpah dan Biboki Moenleu; dan Kecamatan Biboki Utara bertambah 1 kecamatan baru yaitu Kecamatan Biboki Feotleu. (Disarikan dari buku Gerakan Cinta Hari Esok Kabupaten Dati II TTU memasuki abad 21 dan sumber-sumber lainnya).

Sesuai Keputusan Gubernur KDH Tk. I NTT tanggal 1 Nopember 1971 nomor 41 tahun 1971 maka Bupati KDH Tk. II TTU mengeluarkan Surat Keputusan tanggal 26 Oktober 1972 tentang pengangkatan para kepala desa, panitera desa, pamong desa dan pesuruh desa se Kabupaten TTU yang masa jabatannya baru berakhir pada tahun 1977. Pada tahun 1978 jumlah desa 112 buah sama seperti periode 1969-1971 namun tersebar dalam 5 wilayah kecamatan, 3 perwakilan kecamatan dan 1 Kopeta Kota Kefamenanu.

Kemudian menindaklanjuti surat edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 8 September 1976 nomor Pem.2/3/35 tentang pembentukan dan pemekaran desa maka berturut-turut tahun 1993 jumlah desa kelurahan menjadi 115 buah dan tahun 1997 telah menjadi 118 buah desa/kelurahan. Seiring dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan kinerja pelayanan publik yang prima dari institusi pemerintah, maka sesuai surat Keputusan Gubernur NTT nomor 20/1999 tanggal 29 Mei 1999, jumlah desa kelurahan sebanyak 127 pada tahun 1998 dimekarkan lagi menjadi 159 buah pada tahun 1999.

Tidak ada komentar: